Minggu, 07 Mei 2017

KASUS TRIK HUKUM AQUA MENGHANTAM PESAING


Kasus 8.2 Hal 166 Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus Dr. Abdul R. Saliman, S.H, M.M., - Edisi 5

Trik Hukum Aqua Menghantam Pesaing

            Memosisikan diri sebagai market leader di bisnis air minum, ternyata tidak begitu saja membuat perusahaan ini dapat melenggang dengan tenang. Seperti peribahasa, “Besar Kapal, Besar Gelombang”, itulah yang sedang dirasakan PT Aqua Golden Mississipi, Tbk yang mempunyai merek dagang AQUA akhir-akhir ini.
Meskipun bukan hal yang baru, bagi perusahaan yang sudah diakuisisi oleh Danone Internasional, mengatasi sesame pemain air minu yang senangnya mendompleng brand perusahaan, memang perlu ekstra kerja keras. Bagaimana tidak, walaupun diakui Willy Sidharta, Vice President Industrial PT Tirta Investama, member of The Aqua Group, bahwa keberadaan mereka tidak sampai mengganggu inerja perusahaan, tetap saja untuk ke depannya hal itu kalau tidak segera ditangani akan mengganggu juga. Maka, wajar saja, jika pada akhirnya, gugatan-gugatan terbaru untuk para pemain air minum yang menggunakan kata “Aqua” terus digulirkan.
Setelah berhasil menyeret Aquaria, Club Aqua, Qua-qua, dan berapa merek lainnya yang dianggap memiliki kemiripan dan telah dijatuhi putusan pengadilan, kali ini Aqua kembali melayangkan gugatannya ke beberapa perusahaan yang menurut mereka masih senang membonceng nama mereka. Di antara nama-nama merek yang masuk ke Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat, merek air minum “Vianaqua” dan “Indoqua” akhirnya harus juga merasakan gugatan dari sang Giant. Begitu juga dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia, sebagai lembaga yang mengeluarkan izin merek.
Bagi perusahaan yang menguasai pangsa pasar lebih dari 50% ini, putusan Mahkama Agung RI dalam perkara merek Aqua yang dijadikan yurisprudensial tetap, telah memberikan perlindungan hukum atas merek Aqua. Berdasarkan kutipan surat gugatan yang dilayangkan Prof. Mr. Dr. S. Gautama & Associates sebagai wakil PT Aqua Golden Mississipi Tbk. ke pengadilan niaga tertanggal 19 November 2002, setiap pemakaian merek oleh pihak lain yang menggunakan tambahan kata Aqua dianggap tidak memiliki iktikad baik dalam berbisnis. Hal itu menunjukkan Aqua yang sudah dikenal luas oleh masyarakat konsumen Indonesia, “bagi klien kami, merek air minum yang ada qua-quanya sama saja mendompleng”. Tutur Udeng Mulyar, salah satu kuasa hukum penggugat. Lebih lanjut Udeng merasa bahwa merek Aqua merupakan merek terkenal yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat konsumen Indonesia sejak tahun 1973 dan keberadaannya dilindungi oleh Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.
Untuk itu, kliennya merasa keberatan terhadap pendaftaran merek No. 462059 Vianaqua dan juga Indoqua dengan nomor pendaftaran merek 372203 yang sama-sama menggeluti bisnis air minum. Sebagai tindak lanjut, Aqua meminta pengadilan untuk membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan batal pedaftaran merek Indoqua dan Vianaqua serta meminta Direktorat HAKI mau  tunduk dan taat pada putusan pengadilan, yaitu dengan mencoret pendaftaran merek keduannya.
Motivasi Bisnis
Masalahnya apakah gugatan ini semata-mata didasari oleh persoalan hukum belaka? Atau, mungkin gaya menggugat Aqua, yang sepertinya pantang menyerah ini juga disusupi motivasi bisnis? Sepertinya hal terakhirlah “motivasi bisnis” yang dilihat oleh kuasa hukum Vianaqua, Yosef Teguh Handaru dari kantor Bantuan Hukum Unika Atma Jaya. Terlebih-lebih berdasarkan pengakuan kliennya, pada saat melakukan proses pendaftaran merek perusahaan, mereka telah mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan Direktorat HAKI. Meskipun diakuinya pada saat didaftarkan sempat diprotes oleh PT Aqua Golden Mississipi Tbk. “tapikan akhirnya Dirjen HaKI memberi izin”, elaknya. Maka, wajar jika Yosef merasa gugatan ini lebih dimotivasi oleh persaingan bisnis, bukan masalah melanggar hak intelektual. Menurutnya, bisa jadi Aqua merasa gerah dengan keberadaan perusahaan-perusahaan air minum yang terus menggurita. Apabila harga produk kliennya bisa dikatakan lebih murah dari produk sang penggugat.
Hal lain, yang juga menjadi perhatian Yosef, kalau mengkaji UU Merek dengan cermat, maka yang dapat disebut “ merek terkenal” dan mendapat perlindungan dari UU Merek No. 15 Tahun 2001 sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf b UU No. 15 Tahun 2001 adalah merek yang memang sudah disosialisasikan seluas-luasnya dan juga telah dipromosikan besar-besaran di Negara lain. Sebagaiman yang tercantum pada pasal tersebut bahwa, “permohonan harus ditolak oleh direktorat jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya  atau keseluruhannya dengan merek yang sudh terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. “Dan hal itu, sepanjang pengetahuan Yosef tidak atau belum dilakukan Aqua. Jadi, tak seharusnya Aqua menggugat kita”, ujarnya. Terlebih-lebih, jika menilik darimana merek secara keseluruhan, logo dan warnanya saja, merek Vanaqua bisa dikategorikan sangat berbeda dengan merek Aqua.
Menyikapi hal tersebut, Udeng menganggap sah-sah saja kalau mereka merasa tidak memiliki persamaan merek pada pokok ataupun keselahan dari merek kliennya. Dan juga sah-sah saja, jika kliennya merasa bahwa ada persamaan merek antara produk kedua belah pihak. Adapun hasil putusannya sidangnya, memang sangat tergantung dari sudut pandang manakah sang hakim menerjemahkan arti dan makna dari sebuah persamaan. “ bisa jadi di mata saya itu sama, tapi di mata orang lain berbeda”, ujarnya santai. Sedangkan kecurigaan tentang motivasi di belakang gugatan ini, Udeng merasa wajar saja jika perusahaan merasa terancam jika ada pesaingnya menggunakan nama merek yang hampir sama dengan milik, tak terkecuali perusahaan sebesar dan sekaliber Aqua sekalipun. Hal itu dilakukan sebagai wujud usaha PT Aqua Golden Mississipi, Tbk. untuk  menjaga mereknya.
Sebagaimana yang diungkapkan  Willy Sidharta, tindakan hukum yang selama ini diambil pihak Aqua, lebih didasari oleh wujud perusahaan memberikan perlindungan bagi para konsumen. Karena menurutnya, masyarakat sering terkecoh, seolah-olah kalau yang ada qua-quanya merupakan satu perusahaan dengan Aqua, “Namun  itukan banyak, kenapa harus menggunakan yang mirip dengan kita “, sesalnya. Mewakili salah stu orang kuatnya Aqua, Willy merasa bahwa sebagai perusahaan go public yang mempunyai tanggung jawab kinerja perusahaan terhadap pemegang saham, sudah sepatutnya Aqua berusaha untuk terus menjaga mereknya- hak intelektual property. “inikan milik asset perusahaan dan kita mesti mempertanggungjawabkan luar dalam”, tukasnya. Apalagi baginya yang terpenting dalam kasus ini adalah Aqua berhak atas perlindungan hak intelektualnya yang selama 30 tahun telah dibaginya.
Serahkan Putusan di Pengadilan
Kalau kita berbicara keuntungan finansial yang akan diraih Aqua secara langsung dari kasus ini, mungkin setiap kasus ini, mungkin hal itu tidak akan ditemukan secara kasat mata. Tetapi jika memang setiap kasus yang berusaha diselesaikan oleh Aqua melalui jalur hukum sebagian besar akan dimenangkan mereka, maka keuntungan ke depannya, yaitu berupa semakin terkikisnya pesaing-pesaing perusahaan sejenis yang dianggap mendompleng merek perusahaan, akan terbuka lebar bagi sang penguasa pasar.
Meski demikian, bagi Willy, yang terpenting dari proses ini adalah bagaimana Aqua berusaha untuk tetap menjaga image brand-nya yang sudah dirintis puluhan tahun lamanya, karena, sebagai market leader yang kualitas produknya telah dipercaya oleh masyarakat luas, Willy tidak mau hanya karena beberapa merek nakal yang sering menyamai merek perusahaan, padahal kualitas produk mereka belum tentu dapat dipertanggungjawabkan, membuat kepercayaan masyarakat terhadap produk perusahaan akan semakin memudar. Dan jika memang itu benar-benar terjadi, malapetaka bagi Aqua.
Untuk itu, Willy optimis, pengadilan akan berpihak kepadanya. Pasalnya, kalau bercermin pada beberapa kasus belakangan ini, yang telah dilayangkan Aqua dan sudah ada hasl putusannya, memang lebih banyak dimenangkan oleh peruahaannya. Apalagi di Negara Indonesia tercinta ini, maslah perlindunga hukum terhadap hak intelektual, memang sedang digalakkan.
Sedangkan dari pihak tergugat (Vianaqua, Indoqua, dan Direktorat HaKI) pun, sepertinya sudah mempersiapkan kuda-kuda untuk mempertahankan opini mereka. Untungnya, dari semua pihak yang bertikai, sama-sama memberikan kesempatan pada hakim untuk memutuskan kasus ini secara proporsional. “Apa pun hasil putusannya, kita serahkan pada pihak hakim”, ujar mereka bijak. (Sumber: Business Low No. 6 Th. 1, Januari 2003.)
Penyelesaian:
   1.      UU No.15 Tahun 2001 mengenal sistem pendaftaran merek untuk memberi perlindungan terhadap merek, dalam kasus “ Trik Hukum Aqua Menghantam Pesaing” tersebut stelsel pendaftaran merek oleh Vianaqua dan Indoqua dengan No. 462059 dan No. 372203 ?
Sistem konstitutif menekankan bahwa pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek, sehingga adanya kepastian  hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya  pemilik merek yang paling utama untuk dilindungi dan juga adanya kepastian hukum pembuktian, karena didasarkan pada fakta pendaftaran sebagai alat bukti utama, sehingga tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai pertama.
   2.      Melihat dari indkasi perselisihan, sahkah Vianaqua dan Indoqua memakai “Qua” dan dengan logo yang berbeda untuk produk mereka ?
Tidak, karena dalam kasus ini Vianaqua dan Indoqua menggunakan kata “Qua” pada mereknya hanya untuk memanfaatkan popularitas Aqua, sehingga mempermudah promosi produk mereka.
   3.      Prediksi anda, bagaiman putusan hakim dan apa pertimbangannya terhadap kasus tersebut, bila gugatan PT. Tirta Investama berhasil, upaya hukum apa yang sebaliknya dilakukan oleh Vianaqua dan Indoqua ?
Melakukan banding karena Vianaqua dan Indoqua hanya memakai kata “Qua” dalam produknya tetapi  logo mereka tidak memiliki kesamaan.

Disusun Oleh:
Widodo (160404020084)
Azizah (160404020086)
Ulfa Octavia N (160404020087)

Daftar Pustaka: Abdul Rasyid Saliman, S.H., M.M. 2010. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar