Kasus 3.3 Hal
60 Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus Dr. Abdul R.
Saliman, S.H, M.M., - Edisi 5
Habis Sewa Terbitlah
Perkara
Tarik Ulur Kunci antara Arco dan Landmark
Gara-gara ditolak ketika menyerahkan kembali
kunci kepada induk semangnya PT Landmark, Atlantic Richfiled indonesia (Arco)
terpaksa menitipkan rncengan kunci tersebut ke pengadilan Negeri (PN) Jakarta
selatan. Tetapi, belakangan PN jakarta selatan tak mau menanggung resiko
titipan tersebut.
Ternyata, tidak semua urusan sewa menyewa
gedung pencakar langit bisa berjalan dengan mulus. Ada juga yang meninggalkan
ganjalan, kendati masa sewa sudah habis dan sang tenant (penyewa) pindah ke
gedung lain. Bahkan, sampai harus diselesaikan di badan Arbitrase Nasional
Indonesia. (BANI) dan meja pengadilan.
Ceritanya, arco menyewa sebanyak 20
lantai gedung Landmark dikawasan dukuh jakarta 18 juli 1991. Dasarnya adalah
lease agreement antara kedua belah pihak tersebut. Perjanjian sewa ini habis
pada 14 maret 2000 lalu. Namun ,arco memilih tidak memperpanjang kontrak dan
pindah kegedung Hijau Arkadia. Sesuai dengan klausul kontrak Arco harus
mengembalikan 174 kunci ruangan kantor kepada Landmark. Namun penyerahan
iktikad itu ditolak oleh Landmark tanpa alasan yang sah yang dapat di
terima.sehingga Arco menitipkan kuncinya paada PN jakarta selatan, sekaligus
minta bantuan untuk melakukan penawaran penyerahan kepada landmark.
Pada 14 april 2000, PN jakarta selatan
membuat penetapan yang ditandatangani ketuanya, Soenarto isinya menerima
konsinyasi tersebut. Namun, empat hari kemudian, yakni 18 april 2000, PN
jakarta selatan mengeluarkan penetapan baru. Pengadilan mengembalikan paket
kunci tersebut kepada Arco karena Landmark tetap tidak mau menerima kunci-kunci
tersebut. Dalam pertimbangannya Soenarto menulis bahwa penitipan kunci membawa
pengaruh yang besar terhadap keselamatan gedung Landmark. “tidak tepat kalau PN
Jkarata Selatan harus menanggung resiko atas keselamatan gedung tersebut”,
demikian isi pertimbangan Soenarto.
Pihak Arco teentu tidak tinggal diam terhadap
penetapan terakhir ini. Melalui kuasa hukumnya, mereka mengajukan verszet
(perlawanan). Menurut Eri Hertiawan, salah satu kuasa hukum Arco, Soenarto
salah menerapkan hukum dalam pertimbangan penetapan terakhir. Dalam surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.09/1976, ditegaskan bahwa hakim atau pengadilan
dalam perkara perdata, bebas dari tuntutan ganti rugi. Jadi, yang mengambil
resiko bukan pengadilan, melainkan Landmark sebagai kreditur. Lagi pula gedung
sebesar itu pasti sudah diasuransikan.
Warisan yang Bagus atau
Kembalikan Seperti Semula
Penolakan Landmark atas kunci-kunci itu,
ternyata bukan tanpa sebab. Kedua pihak ternyata sedang menyelesaikan perkara
sewa menyewa ini di BANI. Bisa jadi Landmark beranggapan jika menerima kunci
berarti menerima kekalahan. Pada hal menurut Eri Hertiawan, penyerahan kunci
bukan berarti penyelesaian atas proses arbitrase.
Nah, ada apa rupanya sampai kedua perusahaan
ini terpaksa duduk semeja di arbitrase? ternyata akhir dari usrusan sewa
gedung itu tidaklah lancar. Landmark menolak pengembalian ruangan Arco. Menurut
Eri, memang kliennya mendesain dan mengatur ulang 20 lantai yang di sewa.
Sesuai dengan standar, Arco menyusun dan melengkapi semua ruangan tersebut
dengan fasilitas lengkap ketimbang penyewa lain.
Landmark mempunyai pemikiran lain, dan enggan
menerima gedungnya kembali dari Arco. Tetapi Arco tetap ngotot, menyerahkan
gedung plus kunci dan pindah ke Arkadia. Akhirnya Landmark membawa sengketa ini
ke BANI.
Kasus ini menurut sumber tadi adalah
pengecualiannya, mungkin Arco menganggap ruang warisannya itu cukup bagus dan
berkualitas. Sebaliknya mungkin saja Landmark menginginkan gedungnya
dikembalikan seperti semula. Bisa jadi yang bagus hanya beberapa lantai untuk
direksi, lantai karyawan bisa sudah beda kualitasnya. Tetapi, buat Landmark
sendiri akan menguntungkan bila Arco tetap menyewa gedungnya. Maklum, bukan hal
mudah mencari penyewa 20 lantai kosong dizaman sekarang.
Penyelesaian kasus
Tidak semua perjanjian
sewa-menyewa berakhir dengan mulus. Ada juga yang meninggalkan ganjalan seperti
masa sewa sudah habis penyewa pindah ketempat lain. Akibatnya sampai dibadan
Arbitraseb Nasional Indonesia(BANI) bahkan sampai ke meja pengadilan.
Dengan membuat suatu perjanjian pihak yang
mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan
sesuatu ,berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan
keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikat diri
dengan jaminan atau tanggungan berupa harta, kekayaan, yang dimiliki oleh
pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikat diri tersebut.dengan
sifat sukarela tersebut perjajian harus lahir dari kehendak dan harus
dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yag membuat perjanjian.
Melihat dari indikasi
perkara,pertimbangan yang paling baik bagi hakim dalam memutuskan adalah sebagai berikut:
a.
Mengkonstatir yaitu melihat kebenaran dari
pristiwa yang terjadi sesuai dengan surat gugatan penggugat yang kemudian
pristiwa tersebut dibuktikan dan menghasilkan pristiwa yang konkrit.
b.
Mengkwalifisir yaitu dengan menilai pristiwa
tersebut dijadikan pristiwa hukum
c.
Mengkonstituir yaitu menjatuhkan putusan dan
memberikan hukuman atau memberikan hak-hak kepada yang berhak .
Rekomendasi penyelesaian
yang paling baik bagi masing-masing pihak adalah masing-masing pihak mengembalikan
gedung/barang tersebut seperti sedia kala dengan begitu tidak ada pihak yang
dirugikan serta bertanggung jawab dengan keadaaan barang-barrang yang
disewakan.
Disusun Oleh:
Desinta Bahagia (150404020043)
Marselina Saina Setia (150404020057)
Gaudenfiani Jantu (150404020040)
Stefanus Efron Defuster (150404020052)
Daftar Pustaka:
Abdul Rasyid Saliman, S.H., M.M. 2010. Hukum
Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar