Sabtu, 06 Mei 2017

KASUS PEMBATALAN PAILIT PT DIRGANTARA INDONESIA


Kasus 6.1 Hal 139 Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus Dr. Abdul R. Saliman, S.H, M.M., - Edisi 5

Pembatalan Pailit PT Dirgantara Indonesia

Pakar hukum ekonomi Sutan Remy Syahdeini menilai pembatalan pailit PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang dilakukan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) adalah langkah yang tepat.
Alasannya, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan, karyawan tidak memiliki hak untuk mempailitkan sebuah badan usaha milik negara, yang sahamnya dimiliki penuh oleh pemerintah.
“Seharusnya Menteri Keuangan yang berhak mengajukan permohonan itu”, kata pakar yang juga pengacara itu saat dihubungi kemarin.
Menurut Sutan,sejak awal pendaftaran perkara pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah terjadi pelanggaran prosedur. “ sejak awal sudah salah. Kemudian keputusan yang dikeluarkan hakim pada tingkat pertama pun menyimpang”. Dia mengaku prihatin melihat pengadilan tidak mengetahui hal ini.
Ahli hukum ekonomi lainnya dari Universitas Indonesia, Chatamarrasjid mengatakan hal senada. Sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban  Pembayaran Utang (PKPU), kata dia karyawan  memang tidak punya hak untuk menggugat pailit perusahaan “Kontrak Kerja antara karyawan dengan perusahaan BUMN bukan sebuah perikatan utang”, ujarnya.
Dalam undang-undang itu dinyatakan mereka yang memiliki hak mengajukan permohonan pailit hanyalah Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan. “Pekerja bukan salah satu unsur itu” ucap Chatamarrasjid.
Meski begitu, ia menambahkan, dalam kasus PT DI,keputusan yang sudah diambil oleh majelis kasasi MA sebaiknya berdasarkan pertimbangan untuk kepentingan yang lebih besar. “Hakim harus bisa memilih mana yang lebih penting bagi banyak pihak,” ujarnya.(Sumber: Koran Tempo, Desember 2007.)
Penyelesaian:
1.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan, siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, apa akibat dijatuhkannya pailit, dan apa tugas hakim pengawas dan kurator itu ?
Pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditor secara adil dan tertib, agar semua kreditor mendapat pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004.
Yang Dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah :
1. Permohonan debitor sendiri
2. Permohonan satu atau lebih krediotrnya. (Menurut Pasal 8 sebelum diputuskan pengadilan wajib memanggil debitornya)
3.  Pailit harus dengan putusan pengadilan (Pasal 2 Ayat 1)
4. Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (Pasal 2 Ayat 2), pengadilan wajib memanggil debitor (Pasal 8)
5. Bila debitornya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
6. Bila debitornya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
7. Dalam hal debitornya Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Akibat Dijatuhkannya Pailit antara lain :
1. Debitor kehilangan segala haknya untuk menguasai dan mengurus atas kekayaan harta bendanya (asetnya), baik menjual,menggadai, dan lain sebagainya, serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
2. Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh kekayaannya.
3. Untuk melindungi kepentingan kreditor, selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, kreditor dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
a.     Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor.
b.    Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor, menerima pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau penggunaan kekayaan debitor (Pasal 10)
4. Harus diumumkan di dua surat kabar (Pasal 15 Ayat 4).
     Tugas Pengawas:
a.    Mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 63 Fv).
b.    Memberikan nasihat kepada Pengadilan Niaga sebelum Pengadilan Niaga memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal 64 Fv).
c.    Mendengar saksi-saksi atau memerintahkan para ahli untuk melakukan penyelidikan dalam rangka memperoleh keterangan mengenai segala hal yang ada sangkut pautnya dengan kepailitan (Pasal 65 ayat(1)Fv).
d.    Menyampaikan surat panggilan kepada para saksi untuk didengar keterangannya oleh Hakim Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) (Pasal 65 ayat (2) Fv).
e.    Apabila saksi tersebut mempunyai tempat kedudukan hukum di luar kedudukan hukum Pengadilan Niaga yang menetapkan putusan pernyataan pailit, Hakim Pengawas melimpahkan kewenangannya untuk melakukan pendengaran keterangan saksi kepada Pengadilan Niaga yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum dari saksi yang bersangkutan (Pasal 65 ayat (4) UUK).
Tugas Kurator
Menurut Pasal 69 UU No. 37 Tahun 2004, kurator memiliki tugas sebagai berikut :
1.    Melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit.
2.    Segala perbuatan kurator tidak harus mendapat per-setujuan dari Debitor (meskipun dipersyaratkan)
3.    Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga (dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit)
4.    Kurator itu bisa Balai Harta Peninggalan (BHP), atau kurator lainnya (Pasal 70 Ayat 1)
2. Dalam kasus PT DI tersebut yang telah dinyatakan pailit oleh hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sebelumnya, apakah sebenarnya sudah sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan? Dengan demikian atas dasar apa PT DI dapat dinyatakan pailit oleh hakim ? dan apabila PT DI diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, siapakah yang berwenang untuk melakukan pengurusan atas harga pailit tersebut?
Berdasarkan pemaparan proses kepailitan PT. Dirgantara Indonesia di atas, Pengajuan Permohoanan kepailitan adalah harus memenuhi syarat berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) adalah: Debitor harus mempunyai dua atau lebih Kreditor, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Berdasarkan syarat yang mendasar dari pengajuan permohonan pailit tersebut, maka terhadap kasus kepailitan PT. Dirgantara Indonesia sudah bisa dikatakan memenuhi syarat dasar kepailitan tersebut. Bahwa PT. Dirgantara Indonesia mempunyai kreditor-kreditor yaitu mantan karyawan dan juga kreditor lain Bank Mandiri dan juga PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Majelis merujuk pada putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) Pusat yang menghukum DI untuk membayar kewajibannya kepada para buruh. Putusan ini memerintahkan PT DI menyelesaikan pembayaran kompensasi pensiun kepada para pekerja.

Disusun Oleh:
Natalia Susanti (150404020042)
Rofina Nage Azi (150404020045)
Avinda Diana Lufytasari (150404020048)
Cindi Khusnul Kh (150404020150)

Daftar Pustaka: Abdul Rasyid Saliman, S.H., M.M. 2010. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar