Senin, 17 April 2017

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM MEDIA MASSA DI ERA GLOBALISASI



PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM MEDIA MASSA DI ERA GLOBALISASI







Oleh:
Novi Sonia                              150404020055
Herkulanus Datul Marru         150404020056
Marselina Seina Setya             150404020057
Erina Adelia                            150404020058
Rizka Putri Lestari                  150404020059
Cindi Husul Khotimah            150404020150

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Dengan kata lain bahasa adalah penghubung atau alat komunikasi yang digunakan manusia yang menyatakan pikiran, keinginan, dan perasaan antar sesama.
Bahasa Indonesia adalah bahasa melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlaku konstitusi. Bahasa Indonesia telah digunakan dalam kehidupan sehari -  hari termasuk dalam media elektronik dan media cetak.
Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya  satu sama lain (Soehadi, 1978:38). Dengan kata lain media massa adalah channel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication) misalnya misalnya radio, televisi, dan surat kabar. Media massa juga akan berkembang dengan adanya perubahan jaman seperti di era globalisasi sekarang ini.
Era globalisasi dapat dijelaskan dari dua kata yang membangunnya yakni kata “era” dan “globalisasi”. Era berarti zaman atau kurun waktu, sementara globalisasi berarti proses mengglobal atau mendunia. Dengan demikian era globalisasi berarti zaman yang di dalamnya terjadi proses mendunia. Proses mendunia ini yang terjadi sejak tahun 1980-an itu terjadi di berbagai bidang atau aspek kehidupan manusia, misalnya di bidang politik, sosial, ekonomi, agama, dan terutama sekali globalisasi di bidang teknologi.
Seiring dengan maraknya globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pada khalayak umum mulai diabaikan. Hal ini dapat mempengaruhi keberadaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat mulai memudar dan tidak dipedulikan lagi aturan dalam penggunannya, karena masyarakat tidak lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar khususnya penggunaan bahasa di dalam media massa. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa juga sangat mempengaruhi kebiasaan berbahasa para pengkonsumsi media massa. Jika bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa tersebut tidak sesuai dengan kaidah, hal ini akan merusak penggunaan bahasa Indonesia. Pada umumnya bahasa yang digunakan pada saat siaran langsung tidak ada peran penyunting untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia. Keadaan yang berbeda dengan surat kabar yang selalu disunting oleh redaktur penyunting, sehingga kualitas penggunaan bahasa Indonesianya sudah lebih baik.
Dengan latar belakang yang ada dapat disimpulkan bahwa batasan masalah yang ada adalah perkembangan bahasa Indonesia di media massa pada era globalisasi, ragam bahasa jurnalistik pada media massa, kesalahan berbahasa dalam jurnalistik, gaya bahasa yang disakijakan untuk informasi pada media massa.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada media massa di era globalisasi?
2.      Bagaimana ragam bahasa jurnalistik pada media massa di Indonesia?
3.      Apa saja bentuk kesalahan berbahasa dalam jurnalistik yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku?
4.      Bagaimana gaya bahasa yang baik untuk informasi yang disajikan oleh media massa?

1.3  Tujuan
1.      Mendeskripsikan perkembangan bahasa Indonesia pada media massa di era globalisasi.
2.      Mendeskripsikan ragam bahasa jurnalistik pada media massa di Indonesia.
3.      Mendeskripsikan bentuk kesalahan berbahasa dalam jurnalistik yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku.
4.      Mendeskripsikan gaya bahasa jurnalistik yang baik untuk informasi yang disajikan dalam media massa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan bahasa Indonesia pada media massa di era globalisasi
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa merupakan pembuka dan penyebar pengetahuan.   Hal itu dimungkinkan karena perkembangan pengetahuan, termasuk kebudayaan dan teknologi,  yang semakin cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa adanya sarana yang dapat digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut adalah bahasa. Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan atau idenya melalui bahasa.
Menurut Sunaryo (2000), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, akhirnya menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Sebagai salah satu alat untuk berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana penyebarluasannya. Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah media massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun elektronik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi juga tidak terpisahkan dengan  keberadaan media massa. 
Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa juga mempunyai peranan yang amat penting dalam perkembangan pengetahuan. Hadiono (dalam   Putera, 2010) menyebutkan bahwa  peran media massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam kehidupan sosial, pelepasan ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008)  menyatakan media massa adalah pendukung utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan oleh penjajah. Peran penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media massa berperan penting dalam berbagai aspek. 
Media massa dan globalisasi memiliki pengaruh maupun peran yang saling mendukung satu sama lain. Pengaruh tampaknya dapat di istilahkan dengan suatu yang positif(kontruktif) maupun negatif(dekstruktif), sedangkan peran merupakan factor yang saling menguntungkan (mutualisme) dengan adanya pengaruh yang negatif, maka diperlukan gatekeeper (filter) terhadap informasi yang diterima, khususnya dari bangsa barat. Sebab sejak decade 70-an hingga sekarang, terjadi ketimpangan dalam arus informasi antara negara maju dengan negara berkembang.
Dari peranan media massa dan globalisasi, memang tak dapat dipungkiri bahwa terdapat nilai positif di antara keduanya. Globalisasi akan mendorong masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan dan forum internasional. Dengan demikian menurut Mohammad Shoelhi, komunikasi internasional semakin dirasakan arti pentingnya dalam pergaulan internasional guna memajukan saling pengertian dan menghilang kesejangangan dala hubungan internasional
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini bahasa bisa dikatakan sebagai salah satu aspek penting yang mempengaruhi peran media massa. Karena pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak media massa yang ikut juga berkembang mengikuti bahasa gaul yang bisa mengkerdilkan bahasa indonesia sehingga pada akhirnya generasi muda indonesia lebih menguasai bahasa gaul daripada bahasa indonesia.

2.2 Ragam bahasa jurnalistik pada media massa di Indonesia
Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa(Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language) yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa baik komunikasi lisa(tutur) di media elektronik(radio dan TV) maupun komunikasi tertulis(media cetak) dengan ciri khas singkat, padat dan mudah dipahami.
            Di dalam bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulisan reportase inves­tigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features.  Bahkan bahasa jurnalistik pun sekarang sudah memiliki kaidah-kaidah khas seperti dalam penulisan  jurnalisme perdamaian (McGoldrick dan Lynch, 2000). Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis berita utama—ada yang menyebut laporan utama, forum utama–akan berbeda dengan bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk dan features. Dalam menulis banyak faktor yang dapat  mempengaruhi karakteristik bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan,pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000). Namun demikian, karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu) maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat. Secara lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya menurut media menjadi bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi  dan bahasa jurnalistik media online internet. Beberapa ciri – ciri  yang dimiliki oleh gaya bahasa jurnalistik yaitu;
  1. Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualnya maupun karateristik demografis dan psikografisnya. Kata atau kalimat yang rumit yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.
  1. Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah, tidak bertele- tele, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Seperti pada ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom – kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas sememtara isinya banayak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apapun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi , fungsi dan karakteristik pers.
  1. Padat
Menurut Patmoino S.K., redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalistik (1996 : 45) padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kalimat yang padat mengandung lebih banyak informasi.
  1. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut
  1. Jelas
Jelas artinya mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah warna yang jelas dan putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna disandingkan maka terdapat perbedaan yang tegas mana yang disebuat hitam, mana pula yang disebut putih. Pada kedua warna tesebut tidak ditemukan warna abu – abu. Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras.Jelas disini mengandung tiga arti : jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai kaidah subjek – objek – predikat- keterangan(SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.
  1. Jernih
Jernih berarti  bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus dan tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negative seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta, kebenaran, kepentingan public. 
  1. Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip : menarik, benar, dak baku. Wartawan sering juga disebut seniman. Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman bukan dengan mimic mukas tegang. Karena itulah sekeras apapun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencianj serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normative. Perlu ditegaskan salah satu fungsi peras adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu juga harus nampat pada bahasa jurnalistik pers.
  1. Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa sunda dan bahasa jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional. Bahasa jurnalistik
  1. Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau, kalimat apapun yang terdapat dalam karya – karya jurnalistik harus akrab di teling, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
  1. Logis
Logis berarti apapun yang terdapat dalam kata,istilah, kalimat atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar.
  1. Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipaki dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata  bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa  baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat.
  1. Menghindari kata tutur
Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari – hari secara informal. Kata tutur ialah kata – kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
  1. Menghindari kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata – kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan. Menurut teori komunikasi, khalayak media massa terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri ditengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.
  1. Pilihan kata atau diksi yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih, memang tepat dan akuratb sesuai dengan tujuan pesan pookok yang ingin disampaikan kepada khalayak . Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik tidak sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak. Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik bisa menimbulkan akibat fatal.
  1. Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif.
  1. Menghindari Kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan  dibaca. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah – istilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen.
  1. Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi. Fungsi ini bukan saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel – artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu. Dalam menjalankan fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menggunakan kata – kata vulgar dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.
Ciri – ciri tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisn masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa jurnalistik sangat meng­utamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang dibawa kepada pembaca se cepatnya  dengan mengutamakan daya komunikasinya.

2.3 Bentuk kesalahan dalam jurnalistik yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku
Beberapa bentuk kesalahan berbahasa dalam jurnalistik tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Bentuk – bentuk kesalahan tersebut adalah :
1.   Penyimpangam morfologis, yaitu penyimpangan ini sering dijumpai pada judul berita surat kabar yang memaai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefik atau awalan dihilangkan.
2.   Kesalahan sintaksis, yaitu kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.
3.   Kesalahan kosakata, kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufisme) atau meminimalisir dampar buruk pemberitaan.
4.   Kesalahan ejaan, kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar seperti dalam penulisan kata Jumat ditulis Jum’at
5.   Kesalahan pemenggalan, terksesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja.
2.4 Gaya bahasa yang baik untuk informasi yang disajikan oleh media massa
Menurut Keraf (199:113) sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan santun, menarik
1.      Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan – aturan, kaidah – kaidah yang baik dan benar dalam bahasa. Pemakaian kata – kata yang kabur dan tak terarah, serta menggunakan kalimat yang berbelit – belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Oleh sebab itu, bahasa harus digunakan pula tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
2.      Sopan Santun
Sopan santun yang dimaksud disini adalah member penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Kejelasan yang ada akan diukur dalam beberapa butir kaidah yaitu :
a)      Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
b)      Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata atau kalimat tadi;
c)      Kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
d)     Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan
3.      Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta singkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut : variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).


BAB III
KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan
Eksistensi ragam bahasa jurnalistik di era globalisasi pada media massa saat ini mulai mendesak keberadaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia perlu dilestarikan. Perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa Indonesia. Upaya tersebut sangat diperlukan untuk mengantisipasi semakin terdesaknya bahasa Indonesia oleh penggunaan ragam bahasa jurnalistik.
Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif khususnya pada media massa yang menjadi alat komunikasi di Indonesia.

3.2  Saran
Saran kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk tetap mempelajari dan mencermati dampak dari ragam bahasa dalam jurnalistik terhadap bahasa Indonesia. Agar masyarakat dapat menyikapi dampak tersebut dengan baik dan benar. Baik dari dampak yang positif maupun dampak yang negatif terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.
Sebagai generasi muda sudah saatnya mengembalikan bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Sebagai realisasinya yaitu dengan membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bermasyarakat. Hal yang harus dilakukan setelah membaca makalah ini terhadap pembaca untuk melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam keseharian, baik dalam tulisan maupun lisan (percakapan sehari-hari) agar kedepannya bahasa Indonesia tidak terkikis oleh kemajuan zaman dan terasing di negerinya sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Pamungkas, Sri. 2014. Bahasa Indonesia dalam berbagai perspektif. Yogyakarta: Andi Publisher