PENGGUNAAN
BAHASA INDONESIA DALAM MEDIA MASSA DI ERA GLOBALISASI
Oleh:
Novi
Sonia 150404020055
Herkulanus
Datul Marru 150404020056
Marselina
Seina Setya 150404020057
Erina
Adelia 150404020058
Rizka
Putri Lestari 150404020059
Cindi
Husul Khotimah 150404020150
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa
adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia. Dengan kata lain bahasa adalah penghubung atau alat komunikasi
yang digunakan manusia yang menyatakan pikiran, keinginan, dan perasaan antar
sesama.
Bahasa Indonesia adalah bahasa melayu yang dijadikan
sebagai bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlaku konstitusi. Bahasa Indonesia telah digunakan dalam kehidupan sehari
- hari termasuk dalam media elektronik
dan media cetak.
Media
adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau
perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok
atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara
atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain
(Soehadi, 1978:38). Dengan kata lain media massa adalah channel,
media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses
komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel
of mass communication) misalnya
misalnya
radio, televisi, dan surat kabar. Media massa juga akan berkembang dengan
adanya perubahan jaman seperti di era globalisasi sekarang ini.
Era globalisasi dapat dijelaskan
dari dua kata yang membangunnya yakni kata “era” dan “globalisasi”. Era berarti
zaman atau kurun waktu, sementara globalisasi berarti proses mengglobal atau
mendunia. Dengan demikian era globalisasi berarti zaman yang di dalamnya
terjadi proses mendunia. Proses mendunia ini yang terjadi
sejak tahun 1980-an itu terjadi di berbagai bidang atau aspek kehidupan
manusia, misalnya di bidang politik, sosial, ekonomi, agama, dan terutama
sekali globalisasi di bidang teknologi.
Seiring
dengan maraknya globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
pada khalayak umum mulai diabaikan. Hal ini dapat mempengaruhi keberadaan
bahasa Indonesia di kalangan masyarakat mulai memudar dan tidak dipedulikan
lagi aturan dalam penggunannya, karena masyarakat tidak lagi menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar khususnya penggunaan bahasa di dalam media
massa. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa juga sangat
mempengaruhi kebiasaan berbahasa para pengkonsumsi media massa. Jika bahasa
Indonesia yang digunakan dalam media massa tersebut tidak sesuai dengan kaidah,
hal ini akan merusak penggunaan bahasa Indonesia. Pada umumnya bahasa yang
digunakan pada saat siaran langsung tidak ada peran penyunting untuk
memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia. Keadaan yang berbeda dengan surat
kabar yang selalu disunting oleh redaktur penyunting, sehingga kualitas
penggunaan bahasa Indonesianya sudah lebih baik.
Dengan
latar belakang yang ada dapat disimpulkan bahwa batasan masalah yang ada adalah
perkembangan bahasa Indonesia di media massa pada era globalisasi, ragam bahasa
jurnalistik pada media massa, kesalahan berbahasa dalam jurnalistik, gaya
bahasa yang disakijakan untuk informasi pada media massa.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan bahasa Indonesia pada media massa di era globalisasi?
2.
Bagaimana
ragam bahasa jurnalistik pada media massa di Indonesia?
3.
Apa
saja bentuk kesalahan berbahasa dalam jurnalistik yang tidak sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia baku?
4.
Bagaimana
gaya bahasa yang baik untuk informasi yang disajikan oleh media massa?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan perkembangan
bahasa Indonesia pada media massa di era globalisasi.
2. Mendeskripsikan
ragam bahasa jurnalistik pada media massa di Indonesia.
3. Mendeskripsikan bentuk
kesalahan berbahasa dalam jurnalistik yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia baku.
4. Mendeskripsikan
gaya bahasa jurnalistik yang baik untuk informasi yang disajikan dalam media
massa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan bahasa Indonesia
pada media massa di era globalisasi
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa bahasa
merupakan pembuka dan penyebar pengetahuan. Hal itu dimungkinkan karena
perkembangan pengetahuan, termasuk kebudayaan dan teknologi, yang semakin
cepat dan pesat tidak akan tersebar luas tanpa adanya sarana yang dapat
digunakan untuk menyebarluaskannya. Salah satu sarana tersebut adalah bahasa.
Dengan kata lain, bahasa sebagai salah satu alat komunikasi mempunyai peranan
yang penting dalam penyebarluasan itu. Orang dapat menyampaikan segala gagasan
atau idenya melalui bahasa.
Menurut
Sunaryo (2000), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak
dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur
budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai
akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan
sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat
berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, akhirnya menjadikan
bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Sebagai salah satu alat untuk
berkomunikasi, bahasa juga memerlukan media sebagai sarana penyebarluasannya.
Salah satu media yang dapat digunakan sebagai wahana tersebut adalah media
massa, baik yang berbentuk audio, visual, audiovisual, cetak, maupun
elektronik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa media massa dan bahasa
merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, dan perkembangan bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi juga tidak terpisahkan dengan keberadaan
media massa.
Sebagai salah satu sarana komunikasi, media massa
juga mempunyai peranan yang amat penting dalam perkembangan pengetahuan.
Hadiono (dalam Putera, 2010) menyebutkan bahwa peran media
massa dalam kehidupan sosial bukan sekadar sarana diversion dalam kehidupan sosial, pelepasan
ketegangan, atau hiburan, melainkan isi yang disajikan mempunyai peran yang
signifikan dalam proses sosial. Selain berperan dalam proses sosial, media
massa juga mempunyai peran yang besar dalam mendukung perkembangan bahasa,
khususnya bahasa Indonesia. Asmadi (2008) menyatakan media massa adalah
pendukung utama bahasa Indonesia pada awal bahasa itu bergulat dengan batasan
oleh penjajah. Peran penting media massa itu perlu dimunculkan mengingat media
massa berperan penting dalam berbagai aspek.
Media massa dan globalisasi memiliki pengaruh maupun peran yang saling
mendukung satu sama lain. Pengaruh tampaknya dapat di istilahkan dengan suatu
yang positif(kontruktif) maupun negatif(dekstruktif), sedangkan peran merupakan
factor yang saling menguntungkan (mutualisme) dengan adanya pengaruh yang
negatif, maka diperlukan gatekeeper (filter) terhadap informasi yang diterima,
khususnya dari bangsa barat. Sebab sejak decade 70-an hingga sekarang, terjadi
ketimpangan dalam arus informasi antara negara maju dengan negara berkembang.
Dari peranan media massa dan globalisasi, memang tak dapat dipungkiri
bahwa terdapat nilai positif di antara keduanya. Globalisasi akan mendorong
masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan dan forum
internasional. Dengan demikian menurut Mohammad Shoelhi, komunikasi
internasional semakin dirasakan arti pentingnya dalam pergaulan internasional
guna memajukan saling pengertian dan menghilang kesejangangan dala hubungan
internasional
Dalam
era globalisasi seperti sekarang ini bahasa bisa dikatakan sebagai salah satu
aspek penting yang mempengaruhi peran media massa. Karena pada era globalisasi
seperti sekarang ini banyak media massa yang ikut juga berkembang mengikuti
bahasa gaul yang bisa mengkerdilkan bahasa indonesia sehingga pada akhirnya
generasi muda indonesia lebih menguasai bahasa gaul daripada bahasa indonesia.
2.2 Ragam bahasa jurnalistik pada
media massa di Indonesia
Bahasa
jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam
bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik
(ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa
literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik
memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang
lain. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan
(jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Disebut
juga Bahasa Komunikasi Massa(Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper
Language) yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa baik
komunikasi lisa(tutur) di media elektronik(radio dan TV) maupun komunikasi
tertulis(media cetak) dengan ciri khas singkat, padat dan mudah dipahami.
Di dalam bahasa jurnalistik itu
sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa
yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulisan
reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang
digunakan dalam penulisan features. Bahkan bahasa jurnalistik pun
sekarang sudah memiliki kaidah-kaidah khas seperti dalam penulisan
jurnalisme perdamaian (McGoldrick dan Lynch, 2000). Bahasa jurnalistik yang
digunakan untuk menulis berita utama—ada yang menyebut laporan utama, forum
utama–akan berbeda dengan bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menulis tajuk
dan features. Dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan,pembagian
tulisan, dan sumber (bahan tulisan). Namun demikian sesungguhnya bahasa
jurnalistik tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia
baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000).
Namun demikian, karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang,
waktu) maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam
bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat. Secara lebih
seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya menurut
media menjadi bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet.
Beberapa ciri – ciri yang dimiliki oleh
gaya bahasa jurnalistik yaitu;
- Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih
kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca
yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualnya maupun
karateristik demografis dan psikografisnya. Kata atau kalimat yang rumit yang
hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa
jurnalistik.
- Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah, tidak
bertele- tele, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Seperti
pada ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom – kolom halaman surat kabar,
tabloid, atau majalah sangat terbatas sememtara isinya banayak dan beraneka
ragam. Konsekuensinya apapun pesan yang akan disampaikan tidak boleh
bertentangan dengan filosofi , fungsi dan karakteristik pers.
- Padat
Menurut Patmoino S.K., redaktur senior Sinar Harapan
dalam buku Teknik Jurnalistik (1996 : 45) padat dalam bahasa jurnalistik
berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat
banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti
terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat
yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kalimat yang
padat mengandung lebih banyak informasi.
- Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus
menghindari eufisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan
khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi. Kata yang lugas selalu
menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain
terhadap arti dan makna kata tersebut
- Jelas
Jelas artinya mudah ditangkap maksudnya, tidak baur
dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah warna yang jelas dan putih adalah warna
yang jelas. Ketika kedua warna disandingkan maka terdapat perbedaan yang tegas
mana yang disebuat hitam, mana pula yang disebut putih. Pada kedua warna
tesebut tidak ditemukan warna abu – abu. Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan
kesan kontras.Jelas disini mengandung tiga arti : jelas artinya, jelas susunan
kata atau kalimatnya sesuai kaidah subjek – objek – predikat- keterangan(SPOK),
jelas sasaran atau maksudnya.
- Jernih
Jernih berarti
bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus dan tidak
menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negative seperti prasangka atau
fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti
kata dan kalimat yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu
berita atau laporan kecuali fakta, kebenaran, kepentingan public.
- Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya
mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca.
Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip : menarik, benar, dak baku. Wartawan
sering juga disebut seniman. Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan
senyuman bukan dengan mimic mukas tegang. Karena itulah sekeras apapun bahasa
jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencianj serta
permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik harus provokatif
tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normative. Perlu ditegaskan
salah satu fungsi peras adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu juga
harus nampat pada bahasa jurnalistik pers.
- Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa
jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak
mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan
pihak yang disapa. Sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa sunda dan bahasa
jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional. Bahasa jurnalistik
- Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau, kalimat
apapun yang terdapat dalam karya – karya jurnalistik harus akrab di teling, di
mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa. Bahasa
jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan
masyarakat. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah
bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama
mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
- Logis
Logis berarti apapun yang terdapat dalam
kata,istilah, kalimat atau paragraph jurnalistik harus dapat diterima dan
sekaligus mencerminkan nalar.
- Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat
apapun yang dipaki dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah
tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan
tata bahasa serta pedoman ejaan yang
disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.
Bahasa baku adalah bahasa yang paling
besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok
masyarakat.
- Menghindari kata tutur
Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam
percakapan sehari – hari secara informal. Kata tutur ialah kata – kata yang
digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar.
Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak
yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang
hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah
struktur dan tata bahasa.
- Menghindari kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca
atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan
didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata – kata asing, selain
tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan. Menurut teori komunikasi,
khalayak media massa terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang
sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam
perspektif teori jurnalistik memasukkan kata atau istilah asing pada berita
yang kita tulis, kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri
ditengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.
- Pilihan kata atau diksi yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas.
Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh
keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih, memang tepat
dan akuratb sesuai dengan tujuan pesan pookok yang ingin disampaikan kepada
khalayak . Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik tidak sekadar
hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang
didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap
khalayak. Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata
jurnalistik bisa menimbulkan akibat fatal.
- Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai
oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif.
- Menghindari Kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik
harus sederhana, mudah dipahami, ringan
dibaca. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan
kata atau istilah – istilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya
berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas
yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh dibawa ke dalam
realitas yang heterogen.
- Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi. Fungsi
ini bukan saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan
artikel – artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa
tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga
menunjukkan etika orang itu. Dalam menjalankan fungsinya mendidik khalayak,
pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa
pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh
menggunakan kata – kata vulgar dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk
membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.
Ciri
– ciri tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik
mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisn masyarakat yang tidak sama
tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami
dalam ukuran intelektual minimal. Hal ini dikarenakan tidak setiap orang
memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu bahasa
jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi
yang dibawa kepada pembaca se cepatnya dengan mengutamakan daya komunikasinya.
2.3
Bentuk kesalahan dalam jurnalistik yang
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku
Beberapa
bentuk kesalahan berbahasa dalam jurnalistik tidak sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia baku. Bentuk – bentuk kesalahan tersebut adalah :
1. Penyimpangam
morfologis, yaitu penyimpangan ini sering dijumpai pada judul berita surat
kabar yang memaai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan
penghilangan afiks. Afiks pada kata kerja yang berupa prefik atau awalan
dihilangkan.
2. Kesalahan
sintaksis, yaitu kesalahan berupa pemakaian tata bahasa atau struktur kalimat
yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan
logika yang kurang bagus.
3. Kesalahan
kosakata, kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufisme) atau
meminimalisir dampar buruk pemberitaan.
4. Kesalahan
ejaan, kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar seperti
dalam penulisan kata Jumat ditulis Jum’at
5. Kesalahan
pemenggalan, terksesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal
penggal saja.
2.4
Gaya bahasa yang baik untuk informasi
yang disajikan oleh media massa
Menurut
Keraf (199:113) sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu
kejujuran, sopan santun, menarik
1. Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan
– aturan, kaidah – kaidah yang baik dan benar dalam bahasa. Pemakaian kata –
kata yang kabur dan tak terarah, serta menggunakan kalimat yang berbelit –
belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Bahasa adalah alat untuk
kita bertemu dan bergaul. Oleh sebab itu, bahasa harus digunakan pula tepat
dengan memperhatikan sendi kejujuran.
2. Sopan
Santun
Sopan santun yang dimaksud disini adalah member
penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau
pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan
kesingkatan. Kejelasan yang ada akan diukur dalam beberapa butir kaidah yaitu :
a) Kejelasan
dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
b) Kejelasan
dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata atau kalimat
tadi;
c) Kejelasan
dalam pengurutan ide secara logis;
d) Kejelasan
dalam penggunaan kiasan dan perbandingan
3. Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta singkatan harus
merupakan langkah dasar dan langkah awal. Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat
diukur melalui beberapa komponen berikut : variasi, humor yang sehat,
pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal
(imajinasi).
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Eksistensi ragam bahasa jurnalistik
di era globalisasi pada media massa saat ini mulai mendesak keberadaan bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia perlu dilestarikan. Perlu usaha
yang sungguh-sungguh untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia sebagai
jati diri bangsa Indonesia. Upaya tersebut sangat diperlukan untuk
mengantisipasi semakin terdesaknya bahasa Indonesia oleh penggunaan ragam bahasa jurnalistik.
Keadaan ini harus
disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab
terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Tanggung jawab terhadap
perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia
sendiri. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta dalam
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif khususnya
pada media massa yang menjadi alat komunikasi di Indonesia.
3.2 Saran
Saran kepada seluruh
lapisan masyarakat Indonesia untuk tetap mempelajari dan mencermati dampak dari ragam bahasa dalam jurnalistik terhadap
bahasa Indonesia. Agar masyarakat dapat menyikapi dampak tersebut dengan
baik dan benar. Baik dari dampak yang
positif maupun dampak yang negatif terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.
Sebagai generasi muda sudah saatnya
mengembalikan bahasa Indonesia ke bahasa yang seharusnya. Sebagai realisasinya
yaitu dengan membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
bermasyarakat. Hal yang harus dilakukan setelah membaca makalah ini terhadap pembaca untuk
melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam keseharian, baik dalam
tulisan maupun lisan (percakapan sehari-hari) agar kedepannya bahasa Indonesia
tidak terkikis oleh kemajuan zaman dan terasing di negerinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Pamungkas,
Sri. 2014. Bahasa Indonesia dalam berbagai perspektif. Yogyakarta: Andi
Publisher