PANCASILA
DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN DAN KONSEP TRIAS POLITICA DI NEGARA INDONESIA
Dosen
Pengampu:
xxxx
Oleh:
Novi
Sonia 150404020055
Erina
Adelia 150404020058
Rizka
Putri Lestari 150404020059
Nikmatul
Khasanah 150404020061
Lovia
Emilda Putri 150404020064
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan dan Konsep Trias Politica di Negara
Indonesia” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Ibu xxxxxxx, SE., M.H. selaku Dosen mata
kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.
Malang, 20 Maret 2016
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam sebuah sistem pemerintahan di dunia tentunya
memiliki konsep pemerintahan yang berbeda. Negara Demokratis dengan negara yang
menganut paham komunis berbeda dalam menerapkan konsep pemerintahannya. Selama
ini dalam dunia demokratis konsep tentang pemisahan kekuasaan yang di anggap
sesuai untuk menjadi konsep pemerintahannya. Konsep trias politica ini pertama
dicetuskan oleh John Locke yang kemudian dikembangkan sayap lagi oleh
Montesquieu, dengan merumuskan mesin politik formal dalam struktur politik
teori pemisahan kekuasaan pemerintah.
Pemisahan
kekuasaan merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai
negara di berbagai belahan dunia. Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu
negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan
harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Namun,
tampaknya konsep pemisahan kekuasan yang ditawarkan oleh montesquieu berbeda
dengan pandangan Hukum Tata Negara Indonesia. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat permasalahan tersebut dan
menuangkannya dalam makalah dengan judul “Pancasila dalam Konteks
Ketatanegaraan dan Konsep Trias Politica di Negara Indonesia”
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah pada materi ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apa pengertian Trias Politica dalam
memahami pemerintahan demokrasi dan UUD 1945?
2.
Bagaimana sistematika pelaksanaan UUD
1945?
3.
Apa arti pancasila sebagai sumber dari
segala hukum?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian dari konsep
trias politica dalam memahami pemerintahan demokrasi dan UUD 1945
2.
Untuk mengetahui sistematika pelaksanaan
UUD 1945
3.
Untuk memahami pancasila sebagai sumber
dari segala hukum di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Trias Politica
Menurut Montesquieu
seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias
politica. Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748
menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut
Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan
negara ke dalam 3 organ, yaitu:
1.
Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
2.
Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
3.
Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas
undang-undang).
Pembagian kekuasaan
terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan
menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada
pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk
menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara
harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki
oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga
Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/
lembaga.
B.
Pembagian Kekuasaan di
Indonesia
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan
kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh
karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan
masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu
alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat
perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik
baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur
dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu :
1) Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2) Presiden
3) Dewan Pertimbagan
Agung (DPA)
4) Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
5) Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
6) Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan kenegaraan
itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga
Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga tertinggi Negara,
sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR, BPK, DPA
dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara itu menurut
hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 adalah
sebagai berikut:
1) Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
2) Presiden
3) Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
4) Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
5) Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
6) Mahkmah Agung (MA)
7) Mahkamah Konstitusi
(MK)
Secara institusional,
lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang
satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan
kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara
mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak
menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain,
UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah
badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara
badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
a. Sebelum Perubahan
1.
MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat,
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden serta mengubah UUD
2.
Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai
kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
a) Kekuasaan
penyelenggaran pemerintahan;
b) Kekuasaan didalam
bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu.
c) Kekuasaan dalam bidang
yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi
d) Kekuasaan dalam bidang
hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3.
DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat
mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang
(bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4.
DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat
Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintah
5.
BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai
kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6.
MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang
didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
b. Setelah Perubahan
1.
MPR(Majelis Perwakilan Rakyat)
Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK,
menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya
mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu),
tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah,
yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2.
DPR(Dewan Perwakilan Rakyat)
Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai
kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya
memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses
dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR,
yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3.
DPD(Dewan Perwakilan Daerah)
Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi
bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional
setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik
Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu,
mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
4.
BPK(Badan Pengelola Keuangan)
Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan
DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota
negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP
sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5.
Presiden
Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan
legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden
maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima
duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti
dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
6.
Mahkmah Agung
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan
wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan
peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),
badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan
lain-lain.
7.
Mahkamah Konstitusi
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai
kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga
negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang
diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan
oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara
yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas
dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut.
Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak
bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
C.
Sistematika
Pelaksanaan UUD di Indonesia
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.”
Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensiil. Namun dalam
prakteknya banyak bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk
ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa
dikatakan bahwa sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia adalah sistem
pemerintahan yang merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan
presidensiil dengan sistem pemerintahan parlementer. Apalagi bila diruntut dari
sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan.
Indonesia pernah menganut sistem kabinet parlementer pada tahun 1945 - 1949.
kemudian pada rentang waktu tahun 1949 - 1950 Indonesia menganut sistem
pemerintahan parlementer yang semu. Pada tahun 1950 - 1959 Indonesia masih
menganut sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal yang masih
bersifat semu. Sedangkan pada tahun 1959 - 1966 Indonesia menganut sistem
pemerintahan secara demokrasi terpimpin. Perubahan dalam sistem pemerintahan
tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Karena terjadi perbedaan pelaksanaan
sistem pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum UUD 1945 diamandemen dan setelah
terjadi amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 - 2002. Berikut ini adalah perbedaan
sistem pemerintahan sebelum terjadi amandemen dan setelah terjadi amandemen
pada UUD 1945 :
1. Sebelum terjadi amandemen :
a. MPR menerima kekuasaan tertinggi dari rakyat
b. Presiden sebagai kepala penyelenggara pemerintahan
c. DPR berperan sebagai pembuat Undang - Undang
d. BPK berperan sebagai badan pengaudit keuangan
e. DPA berfungsi sebagai pemberi saran/pertimbangan kepada presiden /
pemerintahan
f. MA berperan sebagai lembaga pengadilan dan penguki aturan yang
diterbitkan pemerintah.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan masa pemerintahan
Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan
masa itu adalah adanya kekuasaan lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan
presiden yang di atur menurut UUD 1945 tanpa melibatkan persetujuan DPR sebagai
wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka
kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Meskipun
adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya
yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan. Sistem
pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan
pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik
perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam
diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang
didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa
Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk
itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang
berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa
konstitusi negara itu berisi adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau
eksekutif, jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang
harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan
mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional,
diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang
telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.
2. Setelah terjadi amandemen :
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia
masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan
Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring
dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem
pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya
Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan
Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
2) Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
3) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.
4) Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
5) Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat dalam satu paket.
6) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
7) Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota
MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya
pemerintahan.
8) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya.
9) Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem
pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari
DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara
tidak langsung.
b. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau
persetujuan dari DPR.
c. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan
atau persetujuan dari DPR.
d. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk
undang-undang dan hak budget (anggaran).
D.
Arti
Pancasila sebagai Sumber dari segala Hukum
Sumber hukum ialah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan
perundang-undangan,baik berupa sumber hukum tertulis maupun tidak tertulis.
Sejarah Pancasila sebagai dasar negara secara yuridis (hukum) tercantum dalam
Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 menjelaskan Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama bangsa
Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR disyahkan
pula oleh MPRS melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ( jo Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978 ).Dijelaskan bahwa pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang hakikatnya adalah sebuah
pandangan hidup.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga diatur dalam pasal
2 UU No.10 tahun 2004 tentang pembentukan
perundang-undangan yang menyatakan “Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum negara”.
Pancasila dalam kedudukannya ini
sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische
Gronslag) dari Negara, ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini
pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan
Negara atau dengan kata lain perkataan. Pancasila merupakan suatu dasar untuk
mengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk
proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan
dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan Sumber dari segala sumber
hukum , pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara
konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya
yaitu rakyat wilayah, beserta pemerintah Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas
kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga
merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum
Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar
maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara,
Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib
hukum Indonesia maka Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi
yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut
dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang
pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif
lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup
bangsa serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian
kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan
di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas
dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas
tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena
memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing
kekuasaan negara terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas
membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan
undang-undang, Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan
Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
Menurut UUD 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan
kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
B.
Saran
Dari makalah
yaakalah yang kami susun semoga bisa membantu pembaca agar lebih mengerti dan
memahami mengenai trias politika, system pelaksanaan UUD 1945, pancasila
sebagai sumber dari segala hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Abdy Yuhana, Sistem
Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung, Fokusmedia, 2007
Triwulan,
Titik Tutik. 2010. Konstruksi Hukum
Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945. Jakarta : Kencana.
Budiardjo, Miriam.
2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Jakarta : Gramedia.
Sukardja, Ahmad. 2012. Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi
Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah. Jakarta: Sinar Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar